Thursday, 14 December 2023

Evidence of the oldest recognizable monarchy in human history

“Evidence of the oldest recognizable monarchy in human history, preceding the rise of the earliest Egyptian kings by several generations, has been discovered in artifacts from ancient Nubia in Africa…

The discovery is expected to stimulate a new appraisal of the origins of civilization in Africa, raising the question of to what extent later Egyptian culture may have derived its advanced political structure from the Nubians…

The various symbols of Nubian royalty that have been found are the same as those associated, in later times, with Egyptian kings…

The new findings suggest that the ancient Nubians may have reached this stage of political development as long ago as 3300 B.C., several generations before the earliest documented Egyptian king…”

SOURCE;

(https://www.nytimes.com/1979/03/01/archives/ancient-nubian-artifacts-yield-evidence-of-earliest-monarchy-clues.html#:~:text=New%20York%20Times%20subscribers*%20enjoy,journalism%2C%20as%20it%20originally%20appeared.)

The Badarian culture provides the earliest direct evidence of agriculture in Upper Egypt during the Predynastic Era…

It flourished between 4400 and 4000 BC, and might have already emerged by 5000 BC…

The Tasian culture is possibly one of the oldest-known Predynastic culture in Upper Egypt, which evolved around 4500 BC…

“The Tarifian, Badarian and Tasian cultures of Middle and Upper Egypt have strong ties with the Nubian/Nilotic pastoral tradition, as can be inferred, for instance, by the very similar pottery, economy and settlement pattern and by the latest findings in the deserts surrounding the Egyptian Nile valley” (Gatto 2011b, 2012a, b, 2013)

SOURCE;

(Prehistory and Protohistory of Ancient Civilizations; 2015)

In other words, Predynastic Ancient Egyptians (4500 B.C.— 3100 B.C.) are more closely related to Nubians or Kushites….

Saturday, 12 February 2022

Luka's Enembe;: Saya Lahir untuk PapuĂ 

 Enembe: Saya Lahir untuk PGubernurapua

Suara Papua / Suara Papua / 2 days ago

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com —  Kunjungan kerja Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH ke Kabupaten Tolilkara salah satunya adalah meresmikan Bandar Udara Mamit, Distrik Kembu, Selasa (8/2/2022). 

Sebelum menuju Mamit tanah kelahirannya, lebih dulu Gubernur Lukas Enembe bertemu dengan masyarakat di Karubaga, ibukota Kabupaten Tolikara pada Senin (7/2/2022).

Seperti dilansir papuatoday.com, gubernur Papua tak sendiri melakukan kunjungan kerjanya, ia didampingi anggota DPR RI Dapil Papua, Willem Wandik, Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda, sejumlah pimpinan OPD dilingkungan Pemprov Papua yakni Kepala Dinas PUPR, Gerius One Yoman, Kepala BPKAD, Nus Weya, Kepala Dinas Perhubungan, David Telenggen, Kepala Biro Umum dan Protokol, Elpius Hugi serta Kabid SDM BPSDM, Elius Enembe, Kabid Fispra Bappeda, Yulian Weya.

Selain itu, ada juga anggota DPR Papua seperti Elpis Tabuni, Hosea Genongga, Arnold Walilo, Apeniel Sani dan Sinup Busup. Setibanya di Bandara Karubaga, rombongan Gubernur Papua langsung disambut masyarakat dengan tari-tarian adat kemudian menuju ke Aula GIDI untuk bertemu dengan masyarakat.

Dalam pertemuan yang berlangsung akrab itu, sejumlah tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan masyarakat menyampaikan kegembiraannya karena sudah dikunjungi oleh orang nomor satu di Papua itu.

Bahkan, masyarakat menyampaikan bahwa kerinduan mereka untuk bertemu anak asli Mamit, Tolikara itu sudah terwujudkan.

“Ya, kami senang dan gembira karena Gubernur Papua anak asli Tolikara sudah ada bersama-sama kami disini dan duduk bercerita sama kami,” ungkap salah seorang tokoh agama.

Tak sampai disitu, dalam kesempatan yang langka itu, masyarakat juga menyampaikan keinginan dan kendala-kendala yang masyarakat hadapi mereka kepada Gubernur Lukas Enembe untuk terus membangun Papua.

“Kalaupun masih ada yang belum terwujudkan, kami minta Gubernur Papua untuk mewujudkannya demi kepentingan masyarakat Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera yang berkeadilan,” imbuhnya lagi.

Gubernur Lukas Enembe menegaskan, kebijakan yang dilakukan selama ini adalah untuk Papua bukan untuk Kabupaten Tolikara semata dan ia bekerja untuk Papua demi meningkatkan taraf hidup orang Papua dari keterbelakangan serta menjadikan masyarakat Papua menjadi orang hebat.

Untuk itu, setiap orang Papua yang lahir dari Gereja GIDI harus memberkati orang lain dan menjadi berkat bagi orang lain serta menjadi terang bagi dunia. Usai melakukan pertemuan dengan masyarakat di Karubaga, Gubernur Lukas Enembe dan rombongan bertolak menuju Distrik Mamit untuk meresmikan Bandar Udara Mamit, Selasa (8/2).

Pada peresmian Bandar Udara Mamit, Gubernur Enembe kerap kali menetaskan air mata gembira, senang, bangga dan sedih dikarenakan tanah kelahirannya yang dulu tertinggal kini sudah maju dan sudah memiliki bandara secara resmi.

Gubernur mengungkapkan, daerah Mamit adalah kecil dan hampir tidak ada gangguan keamanan sampai saat ini alias aman bahkan pada tahun 1963 daerah Mamit adalah daerah terbelakang di seluruh Kabupaten Jayawijaya sehingga perlu direnungkan bagaimana seorang anak dari daerah terbelakang di seluruh Kabupaten Jayawijaya bisa menjadi Gubernur Papua.

“Daerah Mamit ini dibuka tahun 1963. Meskipun kondisi saat itu masih terbelakang tapi orangtua dari Mamit bisa terima injil sehingga ada perubahan,” ucap Gubernur sambil meneteskan air mata.

Untuk meyakinkan masyarakat yang hadir pada acara peresmian Bandar Udara Mamit itu, Gubernur mengundang seorang tokoh asal Mamit yang juga anggota DPR Papua, Thimotius Wakur untuk menjelaskan sedikit tentang Distrik Mamit.

Gubernur menambahkan, keberadaan injil melahirkan manusia asal Mamit menjadi manusia unggul dan hebat bahkan ia menegaskan bahwa ia lahir di Mamit bukan untuk orang Mamit tapi ia lahir untuk Papua dan untuk kepentingan Papua, membela orang Papua.

“Ko Harus Catat Itu,” tegasnya.

Diakuinya, orang tuanya yang melahirkannya adalah untuk membela orang Papua, orang yang rambut keriting dan hitam kulitnya, membela rakyat Papua yang menderita, menangis. Bahkan menurutnya, orang Papua sudah banyak yang menangis dan kehidupan orang Papua tidak bahagia bahkan orang Papua tidak “happy” diatas tanahnya.

“Seluruh orang Papua di muka bumi ini tidak happy dan mereka tidak hidup dalam kebahagian. Intan Jaya menangis, Puncak menangis, Pegunungan Bintang menangis, Maybrat menangis dan mereka tidak hidup aman di negerinya sendiri. Kami lahir bukan untuk dibunuh tapi kami lahir untuk hidup berbahagia dan menikmati kebahagiaan serta tidak ada tangisan air mata. Orang Papua harus bahagia, ini utama,” cetusnya.

Ia menjelaskan, ketika pertama ia keluar dari Mamit, landasan bandara masih rumput tapi sekarang sudah bagus diaspal. Untuk itu, anak daerah yang sudah sukses supaya bisa membangun daerahnya.

“Saya harapkan bandara ini semakin ditingkatkan pelayanannya, dibangunkan talud, dipagar keliling karena akan masuk pesawat dari Sentani ke Mamit,” imbuhnya.

Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua, David Telenggen menjelaskan, keberadaan sebuah bandara di Kabupaten Tolikara memiliki peranan yang strategis dalam membuka keterolisasian daerah dalam menggerakkan perekonomian dan menjalankan roda pemerintahan bagi pelayanan kepada masyarakat.

Pembangunan sarana transportasi dinilai sangat penting dan mendesak bagi Distrik Kembu ditengah-tengah kondisi ketersediaan sarana prasarana transportasi darat yang masih terbatas. Oleh sebab itu, Pemprov Papua mengambil langkah perencanaan dan pembangunan sehingga Bandara Mamit bisa diresmikan oleh Gubernur Papua.

Perlu diketahui, Lanjut Kadis Perhubungan bahwa pada saat ini Bandara Mamit telah dilayani oleh perintis dari Wamena tujuan Mamit kemudian pihaknya selaku Dinas Perhubungan Provinsi Papua bakal mengusulkan satu rute perintis dari Sentani Mamit.

Pembangunan Bandar Udara Mamit dimulai sejak tahun 2016 dan rampung hingga akhir tahun 2021, oleh karena itu dengan dibangunnya Bandar Udara Mamit dapat memperlancar akses keluar masuk manusia dan barang serta dapat meningkatkan ekonomi masyarakat Kabupaten Tolikara lebih khusus masyarakat Kembu. (*)

The post Gubernur Enembe: Saya Lahir untuk Papua appeared first on Suara Papua.

Visit website

Sunday, 1 October 2017

Kapal Ngapulu buka layanan di Kaimana

Kapal Ngapulu, saat bersandar di dermaga kaimana, sabtu 30/9/2017, jubi/jacob
(O Enda Ngga Pulu nogo aret kwe, Ngapulu ekarak ap yi iya kagi)
Kaimana, Jubi-Kapal Ngapulu membuka layanan angkut dari Dermaga Kaimana. Kehadiran kapal itu ditandai dengan bersandar pada Sabtu(30/9/2017).
“Kehadiran kapal Ngapulu menambah layanan angkutan dari tiga kali kapal penumpangyang sebelumnya sandar,” kata Kepala Unit Pelayanan Pelabuhan Laut Kaimana, Marcus Komendong, dalam keterangan kepada Jubi, minggu (1/10/2017).
Marcus menyebutkan kehadiran kapal itu menambah layanan masyarakat Kaimana yang ingin menikmati moda transportasi secara baik.
Hadirnya kapal Ngapulu akan diimbangi dengan kelanjutan pembanggunan dermaga yang saat ini telah diusulkan sebesar Rp 15 Miliar. “Untuk tahun depan membangun Trestel kiri dan kanan,” kata Marcus menambahkan.
Anggota DPRD Kaimana, Lewi Oruw, menilai kehadiran kapal itu mampu mengurangi kerinduan masyarakat terhadap layanan transportasi laut terobati. “Artinya kalau sudah sandar berarti kami tidak repot karena dapat membantu masyarakat,” kata  Lewi.
Ia berharap hadirnya kapal Ngapulu mampu menurunkan harga harga barang kebutuhan pokok bisa lebih murah lagi. “Terutama bagi pedangang yang mengunakan moda transportasi KM Ngapulu,”katanya .(*)